Sejarah sultan sambas
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Sambas kaya akan sejarahnya. Dimulai cerita Sambas tua, dilanjutkan dengan sejarah kerajaan yang pernah berdiri di Sambas.Peninggalan dan bekas sejarah juga banyak dijumpai dan dirawat sampai sekarang. Besarnya peranan tokoh-tokoh dari Sambas terhadap peradaban dunia juga banyak disoroti sampai sekarang.
Peninggalan dari jejak Kesultanan Sambas yang masih ada hingga saat ini adalah Masjid Jami' Kesultanan Sambas, Istana Sultan Sambas, Makam-makam Sultan Sambas dari Sultan Sambas pertama hingga Sultan Sambas ke-14 serta sebagian alat-alat kebesaran Kerajaan seperti tempat tidur Sultan terakhir, kaca hias, seperangkat alat untuk makan sirih, pakaian kebesaran Sultan, payung ubur-ubur, tombak canggah, 3 buah meriam canon di depan istana dan 2 buah meriam lele, 2 buah tempayan keramik dari negeri Tiongkok dan 4 buah kaca cermin besar dari Kerajaan Perancis dan 2 buah kaca cermin besar dari Kerajaan Belanda.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Letak geografis kesultanan sambas?
Bagaimana Kondisi sosial dan budaya masyarakat sambas?
Bagaimana Sejarah singkat kesultanan sambas?
Apa saja Peristiwa-peristwa penting masa kesultanan sambas?
Siapa saja yang pernah menjadi Raja sambas?
Apa saja Gelar, sebutan penghormatan dan jabatan di kesultanan sambas?
BAB II
PEMBAHSAN
LETAK GEOGRAFIS KESULTANAN SAMBAS
Letak geografis Kesultanan Sambas berada di antara jalur perdagangan Selat Malaka, yang merupakan daerah transit perdagangan baik dari Timur maupun Barat Nusantara, sehingga menjadikan daerah Kesultanan Sambas ini sebagai pusat pelabuhan. Letak pelabuhan Kesultanan Sambas yang strategis ini berdekatan dengan Malaka, Selat Malaka, Laut Cina Selatan, dan Singapura yang merupakan jalur perdagangan internasional. Kesultanan Sambas yang merupakan sebuah negeri yang besar ini memilikiluas wilayah sekitar 20.940 km² yang merupakan salah satu kerajaan tertua dan kerajaan Islam yang besar di Kalimantan Barat. Wilayah daerah kekuasaan Kesultanan Sambas di masa Islam sampai kedatangan orang-orang BeIanda yakni dari Tanjung Datuk Kecamatan Paloh sampai dengan Sungai Duri yang berbatasan dengan wilayah kerajaan Mempawah.
Kesultanan Sambas terletak dibagian Utara Kalimantan Barat yang beribukota di Istana Al- Watzikhoebillah Sambas, yang terletak di Muara Ulakan yang menghadap ke persimpangan tiga cabang anak sungai, yaitu Sungai Sambas, Sungai Teberau dan Sungai Subah. Sekarang daerah ini merupakan desa, yang bernama desa Dalam Kaum Sambas, dimana sejak zaman dahulu telah berdiri sebuah Istana Kerajaan Sambas pada tahun 1632 M yang didirikan oleh Raden Bima bergelar Sultan Muhammad Tajuddin yang merupakan raja kedua Sambas.
Masa kemerdekaan Indonesia Kesultanan Sambas berubah menjadi sebuah kabupaten (Kabupaten Sambas), dengan demikian luas wilayah Kabupaten Sambas menjadi 12.296 km2, dcngan panjang pantainya sekitar 300 km, dan panjang perbatasan dengan negara Serawak dan Malaysia Timur sekitar 150 km. Kabupaten Sambas terletak di bagian paling utara Provinsi Kahmantan barat atau teletak diantara 2º08 Lintang Utara dan 108º39' Bujur Timur. Secara administratif Kabupaten Sambas adaIah:
Sebelah utara: berbatasan batas wilayah dengan Serawak (Malaysia Timur) dan Laut Natuna.
Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang dan Kota Singkawang.
Sebelah Barat: berbatasan degan Laut Natuna
Sebelah Timur: berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang dan Serawak (MaJaysia Timur).
Perubahan bentuk Sambas menjadi Kabupaten Sambas tertuang dalam UU Nomor 27 Tahun 1959, sejak tahun 1963, wilayah pemerintahan Kabupaten Sambas berubah menjadi 15 kecamatan, dan pada 1982 menjadi 17 kecamatan, dua di antaranya daerah pemerintahan kota Adiministratif memiliki 271 desa dan Singkawang, seluruhnya delapan kelurahan. Pada tahun 1999 Kabupaten Sambas di bagi lagi menjadi tiga wilayah Kabupaten yaitu: Kabupaten Sambas, Kota Singkawang, dan Kabupaten Bengkayang. Sejak saat itu, luas wilayah Kabupaten Sambas menjadi 6.395,70 km² atau sekitar 4,36% dari luas propinsi Kalimantan Barat. Kemudian pada tahun 2007 Kabupaten Sambas terbagi lagi menjadi 19 kecamatan dan terdiri dari 183 desa.
KONDISI SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT SAMBAS
Masyarakat kesultanan Sambas lebih dikenal dengan orang "Melayu" Menurut Chairil Effendy istilah Melayu ini berkaitan erat dengan kata Mo Lo Yeu, yakni nama sebuah kerajaan yang berpusat diJambi sekitar tahun 644 M. Selama itu Ronald Provencher menyatakan istilah ini terambil dari nama suku terbesar di Minangkabau." Menurut Yusmar Yusuf bahwa kehidupan pada masyarakat Melayu, sejalan dengan dinamika sosial dari kebudayaan yang berkembang di sekelilingnya.
Masyarakatnya memiliki sifat terbuka, yang menjadi ciri khas pada masyarakat Melayu. Sikap akomodatif seperti ini tercermin dalam peribahasa Melayu Sambas "kecil telapak tangan, nyiru kami tadahkan", artinya pada masyarakat Sambas masyarakatnya sangat terbuka kepada siapa saja yang datang ke daerah ini dan bekerja sama dalam membangun negri. Dalam kasus ini, dapat kita lihat pada masa kepemimpinan Sultan Abubakar Tajudin 1 (1793-1825) yang telah menyediakan tempat khusus kepada para pendatang yang datang ke Sambas.
Pendatang dari Siak Sri Inderapura, Riau nusalnya yang teIah disediakannya suatu tempat untuk bermukim yang diberi nama Kampung Tanjung Rengas, pendatang dari Sulawesi telah disediakan Kampung Bugis. Sementara orang dari Jawa disediakan Kampung Jawa. Orang dari India SeIatan disediakan Kampung Nagur. Bahkan Sultan juga memberi tempat bagi bangsa-bangsa asing seperti Belanda sebuah lokasi yang disebut Tanjung Belanda. Sikap keterbukaan Kesultanan Sambas bukan hanya terbuka kepada agama lain yang masuk ke Sambas tetapi juga terbuka pada pendatang lain.
Kehidupan masyarakat Melayu meskipun telah lama proses lslamisasi masuk ke Sambas dan Islam juga telah diakui sebagai agama resmi di kerajaan, tetapi antara adat-istiadat dan Islam berbauran begitu hidup dalam kehidupan kesehariannya. Seperti yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat misalnya, acara selamatan, pemujaan roh nenek moyang dan sebagainya. Selain itu lembaga-lembaga atau peraturan-peraturan yang mengikat dan menentukan kehidupan masyarakat yang dikenal dengan adat yang mempunyai peran penting. Demikian pentingnya bahkan, sehingga tidak jarang dalam hal-hal yang sesungguhnya tidak sesuai dan bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam, berkembang dan berbaur dengan kehidupan di masyarakat. Sampai ada pepatah yang menyebutkan “syara’ bersendi adat dan adat bcrsendi syara’“ artinya bahwa adat dan tradisi selalu berdampingan dengan Islam seperti halnya pada masyarakat Sambas.
SebeIum kerajaan Islam muncul, telah ada kerajaan yang bercorak Hindu diperintah oleh seorang ratu yang bernama Ratu Sepudak. Ratu Sepudak dikatakannya berasal dari keturunan tentara Majapahit, yang berkedudukan di kota Lama (sekarang daerah ini berada di daerah Kecamatan Galing). Pada masa pemerintahan Ratu Sepudak seperti yang di ungkapkan Lisyawati Nurcahyani, bahwa sistem birokrasi Kerajaan Sambas ketika itu menganut sitem menurut adat istiadat kerajaan yang turun-temurun.
Selanjutnya, agama Islam telah berkembang di Sambas sejak akhir abad ke 16 M. Namun dalam perspektif kekuasaan, Islam masuk ke Sambas sekitar paruh pertama abad ke-17 yang di bawa oleh Raden Sulaiman bergelar Raja Tengah melalui proses politik yang damai. Proses dakwah selanjutnva Iebih banyak dilakukan dengan melakukan pendekatan pembauran, baik dalam bentuk perkawinan maupun asimilasi antara adat setempat dan agama atau kepercayaan dengan ajaran Islam. Sehingga antara adat pada masa Hindu dan ajaran Islam di masyarakat Sambas tidak dapat dipisahkan saling berdampingan dan berbaur sampai masa Islam berkembang di Sambas.
Dapat dilihat dari undang-undangnya, Kesultanan Sambas menggunakan Kitab Kanun sebagai undang-undang untuk mengatur kehidupan sosial seperti masalah tanah, warisan, perkawinan dan lain sebagainya yang berlaku dimasyarakat Sambas. Perbedaan dari tata pemerintahan Kesultanan Sambas sebelum dan setelah proses Islamisasi dapat dilihat clari undang- undangnya yang di gunakan untuk mengatur masyarakat dan pemerintahannya. Sebelum kedatangan Islam ke Kerajaan Sambas. undang- undang yang dipakai untuk mengatur masyarakat dan pemerintaharmya berupa adat istiadat, sedangkan setelah proses Islamisasi perundang- udangannya telah mengacu kepada kitab kanun (Kitab ini berisi hukum Islam dan hukum adat yang telah di padukan).
Pembauran antara budaya dan ajaran Islam dalam masyarakat Melayu Sambas terjadi sangat kental. Dapat kita lihat dari adat-istiadat dan agama Islam berbaur dan berkembang secara berdampingan. Masyarakat Melayu pada Kesultanan Sambas ini, setiap acara pasti ada adatnya tersendiri, mulai dari bertani, mendirikan rumah, perkawinan, kelahiran, kemalangan sampai kematian. Bahkan seni pertunjukan seperti jepin, yang hampir dimiliki oleh semua Melayu pesisir dipandang sebagai media dakwah agama Islam. Kebudayaan masyarakat Sambas meskipun proses IsIamisasi telah jauh berkembang di Kesultanan Sambas tetapi pengaruh Hindunya masih kental di kehidupan sehari-harinya sepert'i bepapas, upacara mengantar Ajiung, berobat kampung dan lain- lainnya.
SEJARAH SINGKAT KESULTANAN SAMBAS
Kesultanan Sambas seperti yang disebutkan oleh Pabali Musa bila ditinjau berdasakan Salsilah didirikan pada tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1040 M. Namun menurut Machrus Effendy bahwa kesultanan Sambas berdiri sekitar tahun 1612 M. Tetapi belum ada kesepakatan para sejarawan Sambas tentang tahun masehi berdirinya kesultanan Sambas. Apabila dikonversi dalam tahun masehi, maka sekitar tahun 1630 M.
Nama kesultanan Sambas menurut Raden Muchin Panji Anom PangeranTemenggug Jaya Kesuma (kerabat kerajaan), dalam laporan tentang "Kontrol dan riwayat Raja-raja Sambas" tanggal 5 Januari 1951 menyebutkan tentang nama Kesultanan Sambas sebagai berikut: "Menurut riwayat yang tercantum di lembaran Kitab Sejarah, kerajaan bahwa raja-raja di Kerajaan Sambas berasal-usul dari pancaran negeri tiga serangkai yakni Brunai, Sukadana dan Sambas di masa pemerintahan Majapahit.
Kerajaan Sambas sebelum kedatangan Raja Tengah dari Brunai dalam membawa pengaruh Islam, Kerajaan Sambas pada masa itu diperintah oleh seorang ratu yang bernama Ratu Sepudak. Ratu Sepudak dikatakan berasal dari keturunan tentara Majapahit, yang berkedudukan di kota lama. Sekarang daerah ini merupakan kecamatan Galing, Kabupaten Sambas. Berakhirnya kekuasaan Ratu Sepudak menjelang permulaan Zaman VOC ( Verenigde Oostz Compagnie) lebih kurang dalam tahun 1600 M. Sejarah berdirinya Kesultanan Sambas di tandai dengan pemindahan kekuasaan secara damai dari penguasa Hindu kerajaan Sepudak kepada penguasa Islam Raden Sulaiman bergelar Raja Tengah. Pemindahan kekuasaan yang dilakukan melalui jalur perkawinan antara putri Ratu Sepudak yang bernama Raden Mas Ayu Bungsu dengan Raden Sulaiman. Pada masa pemerintahan Ratu Sepudak sistem birokrasi Keralaan Sambas ketika itu adalah menurut adat istiadat kerajaaan turun-temurun.
Bahwa telah menjadi kebiasaan dari sejak dahulu dan seterusnya untuk menentukan pengganti raja hanya cukup bermusyawarah dengan lingkungan keluarga raja dan kaum bangsawan tanpa melibatkan rakyat banyak. Merekalah yang memutuskan dan menetapkan sedangkan rakyat wajib menerima dan mentaatinya. Akhirnya Raden Sulaiman dapat mewarisi Kerajaan Sambas dan menjadi raja Islam pertama dengan gelar Sultan Muhammad Tsafiudin I. Menjadikan Kerajaan Sambas Hindu berubah menjadi kerajaan Islam dengan menjadi Kesultanan Sambas.
Sejak awal tahun 1600 M, agama Islam sudah berkembang di Sambas yang dibawa oleh Raden Sulaiman. Sepanjang perjalanan sejarahnya Kesultanan Sambas memiliki lima tempat atau kota bersejarah sebagai tonggak awal kelahirannya sehingga akhirnya menjadi kesultanan besar. Mula- mula di Kota Bangun atau Muara Tebangun, merupakan tempat pertama kalinya Raja Tengah ayah Raden Sulaiman singgah dan kemudian membangun perkapungan. Ditempat ini pula Ratu Anom Kusuma Yudha menyerahkan tahta kerajaan Hindu Sambas secara damai dan sukarela kepada Raden Sulaiman sultan pertama Sambas. Kemudian Kota Lama, merupakan Ibukota atau pusat pemerintahan Kerajaan Sambas Tua yang masih menganut pengaruh Animis-Hindu yaitu Kerajaan Ratu Sepudak yang berpusat Kecamatan Galing.
Selanjutnya, Kota Bandir, daerah hulu sungai Subah yang merupakan tempat Raden Sulaiman mengasingkan diri setelah meninggalkan Kerajaan Ratu Sepudak dan juga selama sekitar tiga tahun menjadi pusat pemerintahan transional Kerajaan Sambas yang diamanahkan oleh Ratu Sepudak kepada Raden Sulaiman. Berikutnya Lubuk Madung daerah disamping Sungai Teberau merupakan ibukota pertama Kesultanan IsIam Sambas dan disini Raden Sulaiman dinobatkan menjadi penguasa pertama dengan gelar Sultan Muhammad Tsafiuddin I. Terakhir Muara Ulakan tempat ini dijadikannya sebagai pusat pemerintahan Kesultanan Sambas sejak masa kekuasaan Raden Bima, dan tempat ini masih dapat disaksikan hingga sekarang ini yang berada daIam Desa Dalam Kaum.
Kesultanan Sambas dikatakan Pabali Musa, pernah eksis di bumi Khatulistiwa selama kurang tiga abad (1630-1943). Sepanjang itu diperintah oleh 15 orang keturunan sultan mulai dari sultan Muhammad Tsyafiuddin I (1612) sampai sulthan terakhir Muhammad Mulia Ibrahim Tsyafiuddin (1943). Masa pemerintahan terakhir yaitu Raden Mulia Ibrahim bin pangeran Adipati Ahmad bin Marhum Cianjur, disebut Sultan Mulia Ibrahim yang berkuasa 1931-1943.72 Masa pemerintahan Sultan Mulia Ibrahim Tsyafiuddin baginda telah melakukan berbagai upaya untuk memajukan agama Islam dengan jalan menyebar luaskan ajaran-ajaran agama Islam di dalam maupun di Juar kota Sambas sampai kepelosok kampung. Kemudian SuItan Mulia lbrahimTsyafiuddin mendirikan mujid Jami' atau masjid Agung di dalam kota, diikuti oleh rakyat dengan mendirikan masjid-masjid atau surau-surau dan madrasah di seluruh kampung. Pemberantasan buta huruf Arab Jawi dan huruf Latin, menyebarluaskan pengertian seIuk-beIuk agama Islam dan menghidupkan atau menguatkan hukum-hukum agama Islam dan hukum adat, semua ini merupakan usaha SuItan dalam mengembangkan agama Islam dan kelestarian adat.
Kesultanan Sambas pernah mencapai puncak kebesarannya pada awaI abad ke-20 dengan sebutan "Serambi Mekah" kejayaan yang berdirikan keilmuan Islam dengan corak reformisme pada saat Maharaja Imam Sambas di jabat oIeh Muhammaad Basyuni Imran. Pada tahun 1931 pengangkatan Muhammad Basiuni Imran di tetapkan sebagai Maharaja Imam, keberadaan IsIam dan penganut Islam daIam Kota Sambas dan sekitarnya masa itu belum berkembang. Bukan karena penduduknya sedikit, akan tetapi juga terdapat perimbangan dengan agama lain yang non Islam. Di antaranya ialah agama Budha dan Kong Hu Cu yang di peluk oleh sebagian besar penduduk asing Cina demikian juga dengan agama Katholik dan mereka yang memeluk agama kepercayaan animisme yang berada didaerah pedalaman. Bagi ulama keadaan yang sedemikian merupakan suatu tantangan yang mesti dihadapi. IsIam yang mengandung iman dan taqwa harus pula disebarluaskan dengan memperbanyak dakwah dan muballigh kepada penduduk yang masih buta agama. Perkembangan Islam di masyarakat Sambas hanya pada lingkungan masyarakat Melayu yang bermukim di pesisir tepi sungai Sambas, perkembangan Islam belum begitu merata ke daerah pedalaman Sambas.
PERISTIWA-PERISTIWA PENTING MASA KESULTANAN SAMBAS
Perang Melawan Siak
Siak atau nama lengkapnya Siak Sri Indrapura adalah nama sebuah kerajaan di Riau, Sumatera. Pada tahun 1779, raja Ismail dari Siak bersama bala tentaranya menyerang Sambas. Terjadilah peperangan yang menimbulkan banyak korban dikedua belah pihak. Dibawah pimpinan Pangeran Anom, akhirnya serangan ini bisa dipatahkan.
Tentara-tentara dari Siak berhasil dipukul mundur oleh pahlawan-pahlawan Sambas. Pada tahun 1801, dengan angkatan perang yang lebih besar dan persenjataan yang lebih lengkap, Siak menyerang lagi yang dipimpin langsung oleh Sultan Siak sendiri yaitu Said Ali. Serangan yang kedua ini lebih hebat lagi. Permaisuri Siak yang terkenal gagah berani ikut berperang di sini. Ia maju menyerbu laksana seekor harimau sehingga mengakibatkan banyak korban di pihak sambas. Melihat pasukannya kocar-kacir, Pangeran Anom menyerbu ke Medan pertempuran. Beliau menembakkan sebuah peluru “ Petunang “ yang menyambar seperti petir dan tepat mengenai sasarannya. Permaisuri Siak meninggal pada waktu itu juga. Pangeran Aru dari Siak juga tewas di tangan Pangeran Lawang Tendi dari Sambas. Dengan meninggalnya Permaisuri Siak, angkatan perang Siak terpecah belah, masing-masing menyelamatkan diri dan kembali ke Siak. Kemenangan kembali ada di pihak Kerajaan Sambas.
Perselisihan dengan Mempawah
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1799.. Semua ini karena ada pengertian dari kedua belah pihak. Sebagai tindak lanjut, diadakan perjanjian antar keduanya. Adapun isi perjanjian itu adalah perselisihan dianggap selesai dan keduanya tidak akan saling menyerang.
Perang dengan Cina
Daerah Sambas terkenal kaya akan tambang emas sehingga banyak orang dari luar negeri yang datang ke Sambas untuk mencari emas tersebut terutama orang-orang Cina. Para pencari emas dari bangsa Cina mendirikan beberapa kongsi, antara lain “Thai Kong” yang meliputi daerah Lara, Lumar, dan Menterado. Kongsi yang lain adalah kongsi “Sam Thu Kiau” yang meliputi daerah Pemangkat, Seminis dan Sabawi.
Produksi yang diperoleh kongsi-kongsi itu semakin hari semakin meningkat. Pembayaran upeti (pajak) ke kerajaan berjalan lancer. Pendapatan kerajaan semakin bertambah dan hal ini mengakibatkan rakyat pun hidup dengan makmur. Pada tahun 1795, terjadi persengketaan antara kedua kongsi tersebut. Persengketaan itu akhirnya menjadi perang saudara. Sam Thu Kiau minta bantuan kepada Pangeran Anom dan berjanji akan setia dan tidak mendurhakai rakyat Sambas. Dengan pasukan gabungan yang dipimpin oleh Pangeran Anom, pasukan Thai Kong dapat dikalahkan. Tetapi nasib malang bagi Kerajaan Sambas karena dalam pertempuran itu telah gugur seorang Pangeran yang bernama Teuku Tambo. Teuku Tambo adalah Panglima Perang Sultan Siak yang menyerah kepada Pangeran Anom.
Perang dengan Inggris
Pada tahun 1789 Imam Yacub disuruh oleh Sultan Akamuddin II pergi ke Jawa untuk membuat jambangan emas. Karena diserang angin ribut, maka perahunya kesasar di perairan Banjarmasin. Disnilah Imam Yacub dan anak buahnya dibunuh dan semua barang-barangnya dirampok oleh tentara-tentara Banjarmasin. Melihat hal itu, Pangeran Anom memimpin angkatan perangnya untuk menyerang ke Banjarmasin.
Dalam perjalanan Pangeran Anom ke Banjarmasin telah terjadi suatu peperangan dengan sebuah kapal perang Inggris. Tentara Inggris dapat dikalahkan dan kapalnya ditenggelamkan. Pada tahun 1812 sewaktu Pangeran Anom berkunjung ke Serawak, kapal perang Inggris menyerang Sambas. Penyerangan ini sebagai balasan atas tenggelamnya kapal Inggris di perairan Banjarmasin tahun 1789 itu. Karena Pangeran Anom tidak ditempat, maka Pangeran Muda (Putera Pangeran Anom) ditunjuk memimpin angkatan perang Sambas menghadapi musuh. Dengan penjagaan yang ketat dan kewaspadaan yang tinggi, tentara Inggris tidak berhasil menembus pertahanan tentara Sambas.akhirnya tentara inggris menyelinap dan membujuk salah seorang rakyat sambas untuk menunjukan tempat pertahanan tentara sambas yang lemah. Karena telah di suap dengan uang, ada rakyat yang menunjukan jalan menuju kota sambas dengan aman. Tentara inggris mendaratkan pasukan nya di kartiasa, kemudian di tepi sungai kecil dan akhirnya masuk ke dalam kota sambas.
Kedatangan pasukan ini menimbulkan peperang, sayang sekali pada perang ini pasukan sambas bisa di kalahkan. Banyak panglima perang dan rakyat yang gugur. Termasuk yang gugur dalam peperangan ini adalah Pangeran Muda. Tentara inggris terus masuk menyusuri sungai sambas kecil hingga ke muara sungai Teberau dan membakar kampong nya. Kampong yang pernah di bakar pada waktu itu, sekarang di namakan kampong Angus. Pada tahun 1813 sambas menyerah pada Inggris.
Perang dengan Cina II
Pada tahun 1850, dimasa pemerintahan Sultan Abubakar Tajuddin II, seluruh pemilik tambang emas yang tergabung dalam kongsi-kongsi menggabungkan diri menjadi satu, mereka tidak mau membayar upeti pada Sultan. Bahkan mereka melancarkan seranga untuk menguasai negeri sambas, karena serangan itu tidak bisa di tumpas, atas hasil musyawarah sultan sambas meminta bantuan kepada Belanda. Pada Tahun 1851 bala bantuan Belanda datang ke sambas pasukan belanda ini di pimpin oleh Letkol Zorg.benteng Sam Thukiau di pemangkat berhasil di rebut dalam peperangan merebut benteng Sam Thu Kiau tersebut Letkol. Zorg tewas di tangan pasukan cina dia di makam kan di bukit panembungan sambas. Pemberontakan cina masih berlanjut, pada tahun 1854 di datangkan lagi pasukan belanda yang di pimpin oleh letkol Anderssen. Dengan bantuan ini, cina bisa di kalahkan dan kongsi-kongsi cina itu akhirnya bubar.
Pengaruh Kedatangan Jepang
Setelah memerintah kira-kira 4 tahun, Baginda Sultan Muhammad Ali Shafiuddin II wafat. Pemerintahan Kesultanan Sambas diserahkan kepada keponakannya yaitu Raden Muhammad Mulia Ibrahim bin Pangeran Adipati Achmad bin Sultan Muhammad Shafiuddin II menjadi Sultan Sambas ke-15 dengan gelar Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin inilah, pasukan Jepang masuk ke Sambas. Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin kemudian menjadi salah seorang korban keganasan pasukan Jepang ini yaitu bersama dengan sebagian besar Raja-Raja lainnya yang ada di wilayah Borneo (Kalimantan barat) ini di bunuh pasukan Jepang di daerah Mandor. Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin inilah Sultan Sambas yang terakhir. Setelah Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin terbunuh oleh Jepang, pemerintahan Kesultanan Sambas dilanjutkan oleh sebuah Majelis Kesultanan Sambas hingga kemudian dengan terbentuknya Negara Republik Indonesia, pada tahun 1956 M, Majelis Kesultanan Sambas kemudian memutuskan untuk bergabung dalam Negara Republik Indonesia itu.
SULTAN-SULTAN SAMBAS
Raja-raja yang pernah menduduki tahta kerjaan Sambas dibagi menjadi 2 jaman yaitu zaman Hindu yang beribukotakan di Kota Lama dan zaman Islam beribukotakan di Muara Ulakan. Adapun Raja-raja yang berkuasa pada zaman Hindu sebagai berikut;
Ratu Sepudak
Pangeran Prabu Kencana, bergelar Ratu Anom Kesuma Yudha
Raden Bekut, bergelar Panembahan Kota Balai
Raden Mas Dungun
Sultan-Sultan Sambas seluruhnya berjumlah 15 Sultan yaitu :
Sultan Muhammad Shafiuddin I bin Sultan Ibrahim Ali Omar Shah ( Sultan Tengah ) (1671 - 1682)
Sultan Muhammad Tajuddin bin Sultan Muhammad Shafiuddin I (1682 - 1718)
Sultan Umar Aqamaddin I bin Sultan Muhammad Tajuddin (1718 - 1732)
Sultan Abubakar Kamaluddin bin Sultan Umar Aqamaddin I (1732 - 1762)
Sultan Umar Aqamaddin II bin Sultan Abubakar Kamaluddin (1762 - 1786) dan (1793 - 1802)
Sultan Achmad Tajuddin bin Sultan Umar Aqamaddin II (1786 - 1793)
Sultan Abubakar Tajuddin I bin Sultan Umar Aqamaddin II (1802 - 1815)
Sultan Muhammad Ali Shafiuddin I bin Sultan Umar Aqamaddin II (1815 - 1828)
Sultan Usman Kamaluddin bin Sultan Umar Aqamaddin II (1828 - 1832)
Sultan Umar Aqamaddin III bin Sultan Umar Aqamaddin II (1832 - 1846)
Sultan Abu Bakar Tajuddin II bin Sultan Muhammad Ali Shafiuddin I (1846 - 1854)
Sultan Umar Kamaluddin bin Sultan Umar Aqamaddin III (1854 - 1866)
Sultan Muhammad Shafiuddin II bin Sultan Abubakar Tajuddin II (1866 - 1924)
Sultan Muhammad Ali Shafiuddin II bin Sultan Muhammad Shafiuddin II (1924 - 1926)
Sultan Muhammad Ibrahim Shafiuddin bin Pangeran Adipati Achmad bin Sultan Muhammad Shafiuddin II (1931 - 1944) ( Sultan Sambas Terakhir )
Pangeran Ratu Muhammad Taufik bin Sultan Muhammad Ibrahim Shafiuddin (1944 - 1984) ( Kepala Rumah Tangga Istana Kesultanan Sambas )
Pangeran Ratu Winata Kusuma bin Pangeran Ratu Muhammad Taufik (2000 - 2008) ( Kepala Rumah Tangga Istana Kesultanan Sambas )
Pangeran Ratu Muhammad Tarhan bin Pangeran Ratu Winata Kesuma (2008 - sekarang) sebagai Pewaris Kepala Rumah Tangga Istana Kesultanan Sambas.
GELAR, SEBUTAN PENGHORMATAN DAN JABATAN DI KESULTANAN SAMBAS
Seluruh Sultan Sambas disamping mempunyai nama batang tubuh juga mempunyai nama gelaran seperti Raden Sulaiman bergelar Sultan Muhammad Shafiuddin I, Raden Ishaq bergelar Sultan Abubakar Tajuddin II dan lainnya.
Sultan dengan sebutan penghormatan: Sri Paduka al-Sultan Tuanku (gelar Sultan) ibni al-Marhum (nama dan gelar bapak), Sultan dan Yang di-Pertuan Sambas, dengan panggilan Yang Mulia.
Sultan yang mengundurkan diri dari Tahta mempunyai sebutan kehormatan "Yang Dipertuan Sultan" dan menggunakan nama gelarannya sewaktu menjadi Sultan misalnya : Yang Dipertuan Sultan Muhammad Shafiuddin II.
Permaisuri: Sri Paduka Ratu (gelar).
Putra Mahkota (Pewaris Resmi Kerajaan) mempunyai sebutan kehormatan "Sultan Muda" atau "Pangeran Ratu" atau "Pangeran Adipati" namun tidak mempunyai gelar, jadi langsung kepada nama batang tubuhnya / panggilannya. Putra Mahkota ini biasanya dipilih dari anak laki-laki sulung dari Permaisuri yang disebut dengan nama "Anak Gahara".
Anak Sulung Sultan dari istri bukan Permaisuri mempunyai sebutan kehormatan "Pangeran Muda".
Dibawah Sultan Sambas terdapat 4 Jabatan Wazir dengan sebutan kehormatan "Pangeran" dan mempunyai nama gelaran yaitu : Wazir I bergelar Pangeran Bendahara Sri Maharaja, Wazir II bergelar Pangeran Paku Negara, Wazir III bergelar Pangeran Tumenggung JayaKesuma dan Wazir IV bergelar Pangeran Laksmana. Keempat Wazir ini diketuai oleh Wazir I (Pangeran Bendahara Sri Maharaja)dan keempatnya harus berasal dari kerabat dekat Sultan Sambas dan mempunyai nasab yang sama.
Dibawah Wazir terdapat Menteri-Menteri Kerajaan dengan sebutan kehormatan "Pangeran" yang diantaranya bergelar Pangeran Cakra Negara, Pangeran Amar Diraja dan lainnya.
Dibawah Pangeran terdapat Chateria Kerajaan dengan sebutan kehormatan "Pangeran" namun tidak mempunyai nama gelaran jadi langsung kepada nama batang tubuhnya / panggilannya.
Anak-anak dari Pangeran, Pangeran Ratu atau Pangeran Adipati dan Pangeran Muda semuanya mempunyai sebutan kehormatan "Raden".
Anak-anak dari Raden mempunyai sebutan kehormatan "Urai". "Urai" dapat kemudian menjadi "Raden" tetapi dengan suatu pengangkatan secara resmi oleh Sultan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kesultanan Sambas seperti yang disebutkan oleh Pabali Musa bila ditinjau berdasakan Salsilah didirikan pada tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1040 M. Namun menurut Machrus Effendy bahwa kesultanan Sambas berdiri sekitar tahun 1612 M. Tetapi belum ada kesepakatan para sejarawan Sambas tentang tahun masehi berdirinya kesultanan Sambas. Apabila dikonversi dalam tahun masehi, maka sekitar tahun 1630 M.
Nama kesultanan Sambas menurut Raden Muchin Panji Anom PangeranTemenggug Jaya Kesuma (kerabat kerajaan), dalam laporan tentang "Kontrol dan riwayat Raja-raja Sambas" tanggal 5 Januari 1951 menyebutkan tentang nama Kesultanan Sambas sebagai berikut: "Menurut riwayat yang tercantum di lembaran Kitab Sejarah, kerajaan bahwa raja-raja di Kerajaan Sambas berasal-usul dari pancaran negeri tiga serangkai yakni Brunai, Sukadana dan Sambas di masa pemerintahan Majapahit.
KRITIK DAN SARAN
Seharusnya dengan mengetahui sejarah kerajaan sambas kita bisa menambah wawasan yang lebih. Sebagai orang yang terpelajar hendaknya kita harus mengetahui tentang sejarah kerajaan sambas. Apabila kita tidak mengetahui tentang sejarah kerajaan sambas, tentunya kerajaan sambas akan tenggelam sejarahnya dari kerajaan-kerajaan yang lain, dan juga akan termakan oleh zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Gunarto, Alang, dkk, (2017) Bunga Rampai Seni, Budaya Dan Sejarah Pejuang Sambas, Pontianak; TOP Indonesia
https://id.m.Wikipedia.org/wiki/kesultanan_Sambas
http://mynewranti.blogspot.com/2014/12/makalah-kesultanan-sambas.html?m=1
Mahrus, Erwin, dkk. (2013), Syekh Ahmad Khatib Sambas (1803-1875), Ulama Besar dan Pendiri Tarekat Qadariyah-Naqsabandiyah, Pontianak: UNTAN Press
Musa, Pabali, (2003), Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat, Pontianak; Romeo Pertama Grafika Pontianak
Nurcahani, Lisyawati, (1998), Sejarah Kerajaan Sambas, Pontianak: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Soekmono,(1973), Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, Yogyakarta: Kanisius
Sunandar, (2012), Peran Maharaja Imam Muhammad Basiuni Imran Dalam Sosial Keagamaan Masyarakat Kerajaan Al-Watzikoebillah Sambas 1913-1976, Yogyakarta; Tesis Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, (Tidak diterbitkan)
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Sambas kaya akan sejarahnya. Dimulai cerita Sambas tua, dilanjutkan dengan sejarah kerajaan yang pernah berdiri di Sambas.Peninggalan dan bekas sejarah juga banyak dijumpai dan dirawat sampai sekarang. Besarnya peranan tokoh-tokoh dari Sambas terhadap peradaban dunia juga banyak disoroti sampai sekarang.
Peninggalan dari jejak Kesultanan Sambas yang masih ada hingga saat ini adalah Masjid Jami' Kesultanan Sambas, Istana Sultan Sambas, Makam-makam Sultan Sambas dari Sultan Sambas pertama hingga Sultan Sambas ke-14 serta sebagian alat-alat kebesaran Kerajaan seperti tempat tidur Sultan terakhir, kaca hias, seperangkat alat untuk makan sirih, pakaian kebesaran Sultan, payung ubur-ubur, tombak canggah, 3 buah meriam canon di depan istana dan 2 buah meriam lele, 2 buah tempayan keramik dari negeri Tiongkok dan 4 buah kaca cermin besar dari Kerajaan Perancis dan 2 buah kaca cermin besar dari Kerajaan Belanda.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Letak geografis kesultanan sambas?
Bagaimana Kondisi sosial dan budaya masyarakat sambas?
Bagaimana Sejarah singkat kesultanan sambas?
Apa saja Peristiwa-peristwa penting masa kesultanan sambas?
Siapa saja yang pernah menjadi Raja sambas?
Apa saja Gelar, sebutan penghormatan dan jabatan di kesultanan sambas?
BAB II
PEMBAHSAN
LETAK GEOGRAFIS KESULTANAN SAMBAS
Letak geografis Kesultanan Sambas berada di antara jalur perdagangan Selat Malaka, yang merupakan daerah transit perdagangan baik dari Timur maupun Barat Nusantara, sehingga menjadikan daerah Kesultanan Sambas ini sebagai pusat pelabuhan. Letak pelabuhan Kesultanan Sambas yang strategis ini berdekatan dengan Malaka, Selat Malaka, Laut Cina Selatan, dan Singapura yang merupakan jalur perdagangan internasional. Kesultanan Sambas yang merupakan sebuah negeri yang besar ini memilikiluas wilayah sekitar 20.940 km² yang merupakan salah satu kerajaan tertua dan kerajaan Islam yang besar di Kalimantan Barat. Wilayah daerah kekuasaan Kesultanan Sambas di masa Islam sampai kedatangan orang-orang BeIanda yakni dari Tanjung Datuk Kecamatan Paloh sampai dengan Sungai Duri yang berbatasan dengan wilayah kerajaan Mempawah.
Kesultanan Sambas terletak dibagian Utara Kalimantan Barat yang beribukota di Istana Al- Watzikhoebillah Sambas, yang terletak di Muara Ulakan yang menghadap ke persimpangan tiga cabang anak sungai, yaitu Sungai Sambas, Sungai Teberau dan Sungai Subah. Sekarang daerah ini merupakan desa, yang bernama desa Dalam Kaum Sambas, dimana sejak zaman dahulu telah berdiri sebuah Istana Kerajaan Sambas pada tahun 1632 M yang didirikan oleh Raden Bima bergelar Sultan Muhammad Tajuddin yang merupakan raja kedua Sambas.
Masa kemerdekaan Indonesia Kesultanan Sambas berubah menjadi sebuah kabupaten (Kabupaten Sambas), dengan demikian luas wilayah Kabupaten Sambas menjadi 12.296 km2, dcngan panjang pantainya sekitar 300 km, dan panjang perbatasan dengan negara Serawak dan Malaysia Timur sekitar 150 km. Kabupaten Sambas terletak di bagian paling utara Provinsi Kahmantan barat atau teletak diantara 2º08 Lintang Utara dan 108º39' Bujur Timur. Secara administratif Kabupaten Sambas adaIah:
Sebelah utara: berbatasan batas wilayah dengan Serawak (Malaysia Timur) dan Laut Natuna.
Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang dan Kota Singkawang.
Sebelah Barat: berbatasan degan Laut Natuna
Sebelah Timur: berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang dan Serawak (MaJaysia Timur).
Perubahan bentuk Sambas menjadi Kabupaten Sambas tertuang dalam UU Nomor 27 Tahun 1959, sejak tahun 1963, wilayah pemerintahan Kabupaten Sambas berubah menjadi 15 kecamatan, dan pada 1982 menjadi 17 kecamatan, dua di antaranya daerah pemerintahan kota Adiministratif memiliki 271 desa dan Singkawang, seluruhnya delapan kelurahan. Pada tahun 1999 Kabupaten Sambas di bagi lagi menjadi tiga wilayah Kabupaten yaitu: Kabupaten Sambas, Kota Singkawang, dan Kabupaten Bengkayang. Sejak saat itu, luas wilayah Kabupaten Sambas menjadi 6.395,70 km² atau sekitar 4,36% dari luas propinsi Kalimantan Barat. Kemudian pada tahun 2007 Kabupaten Sambas terbagi lagi menjadi 19 kecamatan dan terdiri dari 183 desa.
KONDISI SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT SAMBAS
Masyarakat kesultanan Sambas lebih dikenal dengan orang "Melayu" Menurut Chairil Effendy istilah Melayu ini berkaitan erat dengan kata Mo Lo Yeu, yakni nama sebuah kerajaan yang berpusat diJambi sekitar tahun 644 M. Selama itu Ronald Provencher menyatakan istilah ini terambil dari nama suku terbesar di Minangkabau." Menurut Yusmar Yusuf bahwa kehidupan pada masyarakat Melayu, sejalan dengan dinamika sosial dari kebudayaan yang berkembang di sekelilingnya.
Masyarakatnya memiliki sifat terbuka, yang menjadi ciri khas pada masyarakat Melayu. Sikap akomodatif seperti ini tercermin dalam peribahasa Melayu Sambas "kecil telapak tangan, nyiru kami tadahkan", artinya pada masyarakat Sambas masyarakatnya sangat terbuka kepada siapa saja yang datang ke daerah ini dan bekerja sama dalam membangun negri. Dalam kasus ini, dapat kita lihat pada masa kepemimpinan Sultan Abubakar Tajudin 1 (1793-1825) yang telah menyediakan tempat khusus kepada para pendatang yang datang ke Sambas.
Pendatang dari Siak Sri Inderapura, Riau nusalnya yang teIah disediakannya suatu tempat untuk bermukim yang diberi nama Kampung Tanjung Rengas, pendatang dari Sulawesi telah disediakan Kampung Bugis. Sementara orang dari Jawa disediakan Kampung Jawa. Orang dari India SeIatan disediakan Kampung Nagur. Bahkan Sultan juga memberi tempat bagi bangsa-bangsa asing seperti Belanda sebuah lokasi yang disebut Tanjung Belanda. Sikap keterbukaan Kesultanan Sambas bukan hanya terbuka kepada agama lain yang masuk ke Sambas tetapi juga terbuka pada pendatang lain.
Kehidupan masyarakat Melayu meskipun telah lama proses lslamisasi masuk ke Sambas dan Islam juga telah diakui sebagai agama resmi di kerajaan, tetapi antara adat-istiadat dan Islam berbauran begitu hidup dalam kehidupan kesehariannya. Seperti yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat misalnya, acara selamatan, pemujaan roh nenek moyang dan sebagainya. Selain itu lembaga-lembaga atau peraturan-peraturan yang mengikat dan menentukan kehidupan masyarakat yang dikenal dengan adat yang mempunyai peran penting. Demikian pentingnya bahkan, sehingga tidak jarang dalam hal-hal yang sesungguhnya tidak sesuai dan bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam, berkembang dan berbaur dengan kehidupan di masyarakat. Sampai ada pepatah yang menyebutkan “syara’ bersendi adat dan adat bcrsendi syara’“ artinya bahwa adat dan tradisi selalu berdampingan dengan Islam seperti halnya pada masyarakat Sambas.
SebeIum kerajaan Islam muncul, telah ada kerajaan yang bercorak Hindu diperintah oleh seorang ratu yang bernama Ratu Sepudak. Ratu Sepudak dikatakannya berasal dari keturunan tentara Majapahit, yang berkedudukan di kota Lama (sekarang daerah ini berada di daerah Kecamatan Galing). Pada masa pemerintahan Ratu Sepudak seperti yang di ungkapkan Lisyawati Nurcahyani, bahwa sistem birokrasi Kerajaan Sambas ketika itu menganut sitem menurut adat istiadat kerajaan yang turun-temurun.
Selanjutnya, agama Islam telah berkembang di Sambas sejak akhir abad ke 16 M. Namun dalam perspektif kekuasaan, Islam masuk ke Sambas sekitar paruh pertama abad ke-17 yang di bawa oleh Raden Sulaiman bergelar Raja Tengah melalui proses politik yang damai. Proses dakwah selanjutnva Iebih banyak dilakukan dengan melakukan pendekatan pembauran, baik dalam bentuk perkawinan maupun asimilasi antara adat setempat dan agama atau kepercayaan dengan ajaran Islam. Sehingga antara adat pada masa Hindu dan ajaran Islam di masyarakat Sambas tidak dapat dipisahkan saling berdampingan dan berbaur sampai masa Islam berkembang di Sambas.
Dapat dilihat dari undang-undangnya, Kesultanan Sambas menggunakan Kitab Kanun sebagai undang-undang untuk mengatur kehidupan sosial seperti masalah tanah, warisan, perkawinan dan lain sebagainya yang berlaku dimasyarakat Sambas. Perbedaan dari tata pemerintahan Kesultanan Sambas sebelum dan setelah proses Islamisasi dapat dilihat clari undang- undangnya yang di gunakan untuk mengatur masyarakat dan pemerintahannya. Sebelum kedatangan Islam ke Kerajaan Sambas. undang- undang yang dipakai untuk mengatur masyarakat dan pemerintaharmya berupa adat istiadat, sedangkan setelah proses Islamisasi perundang- udangannya telah mengacu kepada kitab kanun (Kitab ini berisi hukum Islam dan hukum adat yang telah di padukan).
Pembauran antara budaya dan ajaran Islam dalam masyarakat Melayu Sambas terjadi sangat kental. Dapat kita lihat dari adat-istiadat dan agama Islam berbaur dan berkembang secara berdampingan. Masyarakat Melayu pada Kesultanan Sambas ini, setiap acara pasti ada adatnya tersendiri, mulai dari bertani, mendirikan rumah, perkawinan, kelahiran, kemalangan sampai kematian. Bahkan seni pertunjukan seperti jepin, yang hampir dimiliki oleh semua Melayu pesisir dipandang sebagai media dakwah agama Islam. Kebudayaan masyarakat Sambas meskipun proses IsIamisasi telah jauh berkembang di Kesultanan Sambas tetapi pengaruh Hindunya masih kental di kehidupan sehari-harinya sepert'i bepapas, upacara mengantar Ajiung, berobat kampung dan lain- lainnya.
SEJARAH SINGKAT KESULTANAN SAMBAS
Kesultanan Sambas seperti yang disebutkan oleh Pabali Musa bila ditinjau berdasakan Salsilah didirikan pada tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1040 M. Namun menurut Machrus Effendy bahwa kesultanan Sambas berdiri sekitar tahun 1612 M. Tetapi belum ada kesepakatan para sejarawan Sambas tentang tahun masehi berdirinya kesultanan Sambas. Apabila dikonversi dalam tahun masehi, maka sekitar tahun 1630 M.
Nama kesultanan Sambas menurut Raden Muchin Panji Anom PangeranTemenggug Jaya Kesuma (kerabat kerajaan), dalam laporan tentang "Kontrol dan riwayat Raja-raja Sambas" tanggal 5 Januari 1951 menyebutkan tentang nama Kesultanan Sambas sebagai berikut: "Menurut riwayat yang tercantum di lembaran Kitab Sejarah, kerajaan bahwa raja-raja di Kerajaan Sambas berasal-usul dari pancaran negeri tiga serangkai yakni Brunai, Sukadana dan Sambas di masa pemerintahan Majapahit.
Kerajaan Sambas sebelum kedatangan Raja Tengah dari Brunai dalam membawa pengaruh Islam, Kerajaan Sambas pada masa itu diperintah oleh seorang ratu yang bernama Ratu Sepudak. Ratu Sepudak dikatakan berasal dari keturunan tentara Majapahit, yang berkedudukan di kota lama. Sekarang daerah ini merupakan kecamatan Galing, Kabupaten Sambas. Berakhirnya kekuasaan Ratu Sepudak menjelang permulaan Zaman VOC ( Verenigde Oostz Compagnie) lebih kurang dalam tahun 1600 M. Sejarah berdirinya Kesultanan Sambas di tandai dengan pemindahan kekuasaan secara damai dari penguasa Hindu kerajaan Sepudak kepada penguasa Islam Raden Sulaiman bergelar Raja Tengah. Pemindahan kekuasaan yang dilakukan melalui jalur perkawinan antara putri Ratu Sepudak yang bernama Raden Mas Ayu Bungsu dengan Raden Sulaiman. Pada masa pemerintahan Ratu Sepudak sistem birokrasi Keralaan Sambas ketika itu adalah menurut adat istiadat kerajaaan turun-temurun.
Bahwa telah menjadi kebiasaan dari sejak dahulu dan seterusnya untuk menentukan pengganti raja hanya cukup bermusyawarah dengan lingkungan keluarga raja dan kaum bangsawan tanpa melibatkan rakyat banyak. Merekalah yang memutuskan dan menetapkan sedangkan rakyat wajib menerima dan mentaatinya. Akhirnya Raden Sulaiman dapat mewarisi Kerajaan Sambas dan menjadi raja Islam pertama dengan gelar Sultan Muhammad Tsafiudin I. Menjadikan Kerajaan Sambas Hindu berubah menjadi kerajaan Islam dengan menjadi Kesultanan Sambas.
Sejak awal tahun 1600 M, agama Islam sudah berkembang di Sambas yang dibawa oleh Raden Sulaiman. Sepanjang perjalanan sejarahnya Kesultanan Sambas memiliki lima tempat atau kota bersejarah sebagai tonggak awal kelahirannya sehingga akhirnya menjadi kesultanan besar. Mula- mula di Kota Bangun atau Muara Tebangun, merupakan tempat pertama kalinya Raja Tengah ayah Raden Sulaiman singgah dan kemudian membangun perkapungan. Ditempat ini pula Ratu Anom Kusuma Yudha menyerahkan tahta kerajaan Hindu Sambas secara damai dan sukarela kepada Raden Sulaiman sultan pertama Sambas. Kemudian Kota Lama, merupakan Ibukota atau pusat pemerintahan Kerajaan Sambas Tua yang masih menganut pengaruh Animis-Hindu yaitu Kerajaan Ratu Sepudak yang berpusat Kecamatan Galing.
Selanjutnya, Kota Bandir, daerah hulu sungai Subah yang merupakan tempat Raden Sulaiman mengasingkan diri setelah meninggalkan Kerajaan Ratu Sepudak dan juga selama sekitar tiga tahun menjadi pusat pemerintahan transional Kerajaan Sambas yang diamanahkan oleh Ratu Sepudak kepada Raden Sulaiman. Berikutnya Lubuk Madung daerah disamping Sungai Teberau merupakan ibukota pertama Kesultanan IsIam Sambas dan disini Raden Sulaiman dinobatkan menjadi penguasa pertama dengan gelar Sultan Muhammad Tsafiuddin I. Terakhir Muara Ulakan tempat ini dijadikannya sebagai pusat pemerintahan Kesultanan Sambas sejak masa kekuasaan Raden Bima, dan tempat ini masih dapat disaksikan hingga sekarang ini yang berada daIam Desa Dalam Kaum.
Kesultanan Sambas dikatakan Pabali Musa, pernah eksis di bumi Khatulistiwa selama kurang tiga abad (1630-1943). Sepanjang itu diperintah oleh 15 orang keturunan sultan mulai dari sultan Muhammad Tsyafiuddin I (1612) sampai sulthan terakhir Muhammad Mulia Ibrahim Tsyafiuddin (1943). Masa pemerintahan terakhir yaitu Raden Mulia Ibrahim bin pangeran Adipati Ahmad bin Marhum Cianjur, disebut Sultan Mulia Ibrahim yang berkuasa 1931-1943.72 Masa pemerintahan Sultan Mulia Ibrahim Tsyafiuddin baginda telah melakukan berbagai upaya untuk memajukan agama Islam dengan jalan menyebar luaskan ajaran-ajaran agama Islam di dalam maupun di Juar kota Sambas sampai kepelosok kampung. Kemudian SuItan Mulia lbrahimTsyafiuddin mendirikan mujid Jami' atau masjid Agung di dalam kota, diikuti oleh rakyat dengan mendirikan masjid-masjid atau surau-surau dan madrasah di seluruh kampung. Pemberantasan buta huruf Arab Jawi dan huruf Latin, menyebarluaskan pengertian seIuk-beIuk agama Islam dan menghidupkan atau menguatkan hukum-hukum agama Islam dan hukum adat, semua ini merupakan usaha SuItan dalam mengembangkan agama Islam dan kelestarian adat.
Kesultanan Sambas pernah mencapai puncak kebesarannya pada awaI abad ke-20 dengan sebutan "Serambi Mekah" kejayaan yang berdirikan keilmuan Islam dengan corak reformisme pada saat Maharaja Imam Sambas di jabat oIeh Muhammaad Basyuni Imran. Pada tahun 1931 pengangkatan Muhammad Basiuni Imran di tetapkan sebagai Maharaja Imam, keberadaan IsIam dan penganut Islam daIam Kota Sambas dan sekitarnya masa itu belum berkembang. Bukan karena penduduknya sedikit, akan tetapi juga terdapat perimbangan dengan agama lain yang non Islam. Di antaranya ialah agama Budha dan Kong Hu Cu yang di peluk oleh sebagian besar penduduk asing Cina demikian juga dengan agama Katholik dan mereka yang memeluk agama kepercayaan animisme yang berada didaerah pedalaman. Bagi ulama keadaan yang sedemikian merupakan suatu tantangan yang mesti dihadapi. IsIam yang mengandung iman dan taqwa harus pula disebarluaskan dengan memperbanyak dakwah dan muballigh kepada penduduk yang masih buta agama. Perkembangan Islam di masyarakat Sambas hanya pada lingkungan masyarakat Melayu yang bermukim di pesisir tepi sungai Sambas, perkembangan Islam belum begitu merata ke daerah pedalaman Sambas.
PERISTIWA-PERISTIWA PENTING MASA KESULTANAN SAMBAS
Perang Melawan Siak
Siak atau nama lengkapnya Siak Sri Indrapura adalah nama sebuah kerajaan di Riau, Sumatera. Pada tahun 1779, raja Ismail dari Siak bersama bala tentaranya menyerang Sambas. Terjadilah peperangan yang menimbulkan banyak korban dikedua belah pihak. Dibawah pimpinan Pangeran Anom, akhirnya serangan ini bisa dipatahkan.
Tentara-tentara dari Siak berhasil dipukul mundur oleh pahlawan-pahlawan Sambas. Pada tahun 1801, dengan angkatan perang yang lebih besar dan persenjataan yang lebih lengkap, Siak menyerang lagi yang dipimpin langsung oleh Sultan Siak sendiri yaitu Said Ali. Serangan yang kedua ini lebih hebat lagi. Permaisuri Siak yang terkenal gagah berani ikut berperang di sini. Ia maju menyerbu laksana seekor harimau sehingga mengakibatkan banyak korban di pihak sambas. Melihat pasukannya kocar-kacir, Pangeran Anom menyerbu ke Medan pertempuran. Beliau menembakkan sebuah peluru “ Petunang “ yang menyambar seperti petir dan tepat mengenai sasarannya. Permaisuri Siak meninggal pada waktu itu juga. Pangeran Aru dari Siak juga tewas di tangan Pangeran Lawang Tendi dari Sambas. Dengan meninggalnya Permaisuri Siak, angkatan perang Siak terpecah belah, masing-masing menyelamatkan diri dan kembali ke Siak. Kemenangan kembali ada di pihak Kerajaan Sambas.
Perselisihan dengan Mempawah
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1799.. Semua ini karena ada pengertian dari kedua belah pihak. Sebagai tindak lanjut, diadakan perjanjian antar keduanya. Adapun isi perjanjian itu adalah perselisihan dianggap selesai dan keduanya tidak akan saling menyerang.
Perang dengan Cina
Daerah Sambas terkenal kaya akan tambang emas sehingga banyak orang dari luar negeri yang datang ke Sambas untuk mencari emas tersebut terutama orang-orang Cina. Para pencari emas dari bangsa Cina mendirikan beberapa kongsi, antara lain “Thai Kong” yang meliputi daerah Lara, Lumar, dan Menterado. Kongsi yang lain adalah kongsi “Sam Thu Kiau” yang meliputi daerah Pemangkat, Seminis dan Sabawi.
Produksi yang diperoleh kongsi-kongsi itu semakin hari semakin meningkat. Pembayaran upeti (pajak) ke kerajaan berjalan lancer. Pendapatan kerajaan semakin bertambah dan hal ini mengakibatkan rakyat pun hidup dengan makmur. Pada tahun 1795, terjadi persengketaan antara kedua kongsi tersebut. Persengketaan itu akhirnya menjadi perang saudara. Sam Thu Kiau minta bantuan kepada Pangeran Anom dan berjanji akan setia dan tidak mendurhakai rakyat Sambas. Dengan pasukan gabungan yang dipimpin oleh Pangeran Anom, pasukan Thai Kong dapat dikalahkan. Tetapi nasib malang bagi Kerajaan Sambas karena dalam pertempuran itu telah gugur seorang Pangeran yang bernama Teuku Tambo. Teuku Tambo adalah Panglima Perang Sultan Siak yang menyerah kepada Pangeran Anom.
Perang dengan Inggris
Pada tahun 1789 Imam Yacub disuruh oleh Sultan Akamuddin II pergi ke Jawa untuk membuat jambangan emas. Karena diserang angin ribut, maka perahunya kesasar di perairan Banjarmasin. Disnilah Imam Yacub dan anak buahnya dibunuh dan semua barang-barangnya dirampok oleh tentara-tentara Banjarmasin. Melihat hal itu, Pangeran Anom memimpin angkatan perangnya untuk menyerang ke Banjarmasin.
Dalam perjalanan Pangeran Anom ke Banjarmasin telah terjadi suatu peperangan dengan sebuah kapal perang Inggris. Tentara Inggris dapat dikalahkan dan kapalnya ditenggelamkan. Pada tahun 1812 sewaktu Pangeran Anom berkunjung ke Serawak, kapal perang Inggris menyerang Sambas. Penyerangan ini sebagai balasan atas tenggelamnya kapal Inggris di perairan Banjarmasin tahun 1789 itu. Karena Pangeran Anom tidak ditempat, maka Pangeran Muda (Putera Pangeran Anom) ditunjuk memimpin angkatan perang Sambas menghadapi musuh. Dengan penjagaan yang ketat dan kewaspadaan yang tinggi, tentara Inggris tidak berhasil menembus pertahanan tentara Sambas.akhirnya tentara inggris menyelinap dan membujuk salah seorang rakyat sambas untuk menunjukan tempat pertahanan tentara sambas yang lemah. Karena telah di suap dengan uang, ada rakyat yang menunjukan jalan menuju kota sambas dengan aman. Tentara inggris mendaratkan pasukan nya di kartiasa, kemudian di tepi sungai kecil dan akhirnya masuk ke dalam kota sambas.
Kedatangan pasukan ini menimbulkan peperang, sayang sekali pada perang ini pasukan sambas bisa di kalahkan. Banyak panglima perang dan rakyat yang gugur. Termasuk yang gugur dalam peperangan ini adalah Pangeran Muda. Tentara inggris terus masuk menyusuri sungai sambas kecil hingga ke muara sungai Teberau dan membakar kampong nya. Kampong yang pernah di bakar pada waktu itu, sekarang di namakan kampong Angus. Pada tahun 1813 sambas menyerah pada Inggris.
Perang dengan Cina II
Pada tahun 1850, dimasa pemerintahan Sultan Abubakar Tajuddin II, seluruh pemilik tambang emas yang tergabung dalam kongsi-kongsi menggabungkan diri menjadi satu, mereka tidak mau membayar upeti pada Sultan. Bahkan mereka melancarkan seranga untuk menguasai negeri sambas, karena serangan itu tidak bisa di tumpas, atas hasil musyawarah sultan sambas meminta bantuan kepada Belanda. Pada Tahun 1851 bala bantuan Belanda datang ke sambas pasukan belanda ini di pimpin oleh Letkol Zorg.benteng Sam Thukiau di pemangkat berhasil di rebut dalam peperangan merebut benteng Sam Thu Kiau tersebut Letkol. Zorg tewas di tangan pasukan cina dia di makam kan di bukit panembungan sambas. Pemberontakan cina masih berlanjut, pada tahun 1854 di datangkan lagi pasukan belanda yang di pimpin oleh letkol Anderssen. Dengan bantuan ini, cina bisa di kalahkan dan kongsi-kongsi cina itu akhirnya bubar.
Pengaruh Kedatangan Jepang
Setelah memerintah kira-kira 4 tahun, Baginda Sultan Muhammad Ali Shafiuddin II wafat. Pemerintahan Kesultanan Sambas diserahkan kepada keponakannya yaitu Raden Muhammad Mulia Ibrahim bin Pangeran Adipati Achmad bin Sultan Muhammad Shafiuddin II menjadi Sultan Sambas ke-15 dengan gelar Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin inilah, pasukan Jepang masuk ke Sambas. Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin kemudian menjadi salah seorang korban keganasan pasukan Jepang ini yaitu bersama dengan sebagian besar Raja-Raja lainnya yang ada di wilayah Borneo (Kalimantan barat) ini di bunuh pasukan Jepang di daerah Mandor. Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin inilah Sultan Sambas yang terakhir. Setelah Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin terbunuh oleh Jepang, pemerintahan Kesultanan Sambas dilanjutkan oleh sebuah Majelis Kesultanan Sambas hingga kemudian dengan terbentuknya Negara Republik Indonesia, pada tahun 1956 M, Majelis Kesultanan Sambas kemudian memutuskan untuk bergabung dalam Negara Republik Indonesia itu.
SULTAN-SULTAN SAMBAS
Raja-raja yang pernah menduduki tahta kerjaan Sambas dibagi menjadi 2 jaman yaitu zaman Hindu yang beribukotakan di Kota Lama dan zaman Islam beribukotakan di Muara Ulakan. Adapun Raja-raja yang berkuasa pada zaman Hindu sebagai berikut;
Ratu Sepudak
Pangeran Prabu Kencana, bergelar Ratu Anom Kesuma Yudha
Raden Bekut, bergelar Panembahan Kota Balai
Raden Mas Dungun
Sultan-Sultan Sambas seluruhnya berjumlah 15 Sultan yaitu :
Sultan Muhammad Shafiuddin I bin Sultan Ibrahim Ali Omar Shah ( Sultan Tengah ) (1671 - 1682)
Sultan Muhammad Tajuddin bin Sultan Muhammad Shafiuddin I (1682 - 1718)
Sultan Umar Aqamaddin I bin Sultan Muhammad Tajuddin (1718 - 1732)
Sultan Abubakar Kamaluddin bin Sultan Umar Aqamaddin I (1732 - 1762)
Sultan Umar Aqamaddin II bin Sultan Abubakar Kamaluddin (1762 - 1786) dan (1793 - 1802)
Sultan Achmad Tajuddin bin Sultan Umar Aqamaddin II (1786 - 1793)
Sultan Abubakar Tajuddin I bin Sultan Umar Aqamaddin II (1802 - 1815)
Sultan Muhammad Ali Shafiuddin I bin Sultan Umar Aqamaddin II (1815 - 1828)
Sultan Usman Kamaluddin bin Sultan Umar Aqamaddin II (1828 - 1832)
Sultan Umar Aqamaddin III bin Sultan Umar Aqamaddin II (1832 - 1846)
Sultan Abu Bakar Tajuddin II bin Sultan Muhammad Ali Shafiuddin I (1846 - 1854)
Sultan Umar Kamaluddin bin Sultan Umar Aqamaddin III (1854 - 1866)
Sultan Muhammad Shafiuddin II bin Sultan Abubakar Tajuddin II (1866 - 1924)
Sultan Muhammad Ali Shafiuddin II bin Sultan Muhammad Shafiuddin II (1924 - 1926)
Sultan Muhammad Ibrahim Shafiuddin bin Pangeran Adipati Achmad bin Sultan Muhammad Shafiuddin II (1931 - 1944) ( Sultan Sambas Terakhir )
Pangeran Ratu Muhammad Taufik bin Sultan Muhammad Ibrahim Shafiuddin (1944 - 1984) ( Kepala Rumah Tangga Istana Kesultanan Sambas )
Pangeran Ratu Winata Kusuma bin Pangeran Ratu Muhammad Taufik (2000 - 2008) ( Kepala Rumah Tangga Istana Kesultanan Sambas )
Pangeran Ratu Muhammad Tarhan bin Pangeran Ratu Winata Kesuma (2008 - sekarang) sebagai Pewaris Kepala Rumah Tangga Istana Kesultanan Sambas.
GELAR, SEBUTAN PENGHORMATAN DAN JABATAN DI KESULTANAN SAMBAS
Seluruh Sultan Sambas disamping mempunyai nama batang tubuh juga mempunyai nama gelaran seperti Raden Sulaiman bergelar Sultan Muhammad Shafiuddin I, Raden Ishaq bergelar Sultan Abubakar Tajuddin II dan lainnya.
Sultan dengan sebutan penghormatan: Sri Paduka al-Sultan Tuanku (gelar Sultan) ibni al-Marhum (nama dan gelar bapak), Sultan dan Yang di-Pertuan Sambas, dengan panggilan Yang Mulia.
Sultan yang mengundurkan diri dari Tahta mempunyai sebutan kehormatan "Yang Dipertuan Sultan" dan menggunakan nama gelarannya sewaktu menjadi Sultan misalnya : Yang Dipertuan Sultan Muhammad Shafiuddin II.
Permaisuri: Sri Paduka Ratu (gelar).
Putra Mahkota (Pewaris Resmi Kerajaan) mempunyai sebutan kehormatan "Sultan Muda" atau "Pangeran Ratu" atau "Pangeran Adipati" namun tidak mempunyai gelar, jadi langsung kepada nama batang tubuhnya / panggilannya. Putra Mahkota ini biasanya dipilih dari anak laki-laki sulung dari Permaisuri yang disebut dengan nama "Anak Gahara".
Anak Sulung Sultan dari istri bukan Permaisuri mempunyai sebutan kehormatan "Pangeran Muda".
Dibawah Sultan Sambas terdapat 4 Jabatan Wazir dengan sebutan kehormatan "Pangeran" dan mempunyai nama gelaran yaitu : Wazir I bergelar Pangeran Bendahara Sri Maharaja, Wazir II bergelar Pangeran Paku Negara, Wazir III bergelar Pangeran Tumenggung JayaKesuma dan Wazir IV bergelar Pangeran Laksmana. Keempat Wazir ini diketuai oleh Wazir I (Pangeran Bendahara Sri Maharaja)dan keempatnya harus berasal dari kerabat dekat Sultan Sambas dan mempunyai nasab yang sama.
Dibawah Wazir terdapat Menteri-Menteri Kerajaan dengan sebutan kehormatan "Pangeran" yang diantaranya bergelar Pangeran Cakra Negara, Pangeran Amar Diraja dan lainnya.
Dibawah Pangeran terdapat Chateria Kerajaan dengan sebutan kehormatan "Pangeran" namun tidak mempunyai nama gelaran jadi langsung kepada nama batang tubuhnya / panggilannya.
Anak-anak dari Pangeran, Pangeran Ratu atau Pangeran Adipati dan Pangeran Muda semuanya mempunyai sebutan kehormatan "Raden".
Anak-anak dari Raden mempunyai sebutan kehormatan "Urai". "Urai" dapat kemudian menjadi "Raden" tetapi dengan suatu pengangkatan secara resmi oleh Sultan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kesultanan Sambas seperti yang disebutkan oleh Pabali Musa bila ditinjau berdasakan Salsilah didirikan pada tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1040 M. Namun menurut Machrus Effendy bahwa kesultanan Sambas berdiri sekitar tahun 1612 M. Tetapi belum ada kesepakatan para sejarawan Sambas tentang tahun masehi berdirinya kesultanan Sambas. Apabila dikonversi dalam tahun masehi, maka sekitar tahun 1630 M.
Nama kesultanan Sambas menurut Raden Muchin Panji Anom PangeranTemenggug Jaya Kesuma (kerabat kerajaan), dalam laporan tentang "Kontrol dan riwayat Raja-raja Sambas" tanggal 5 Januari 1951 menyebutkan tentang nama Kesultanan Sambas sebagai berikut: "Menurut riwayat yang tercantum di lembaran Kitab Sejarah, kerajaan bahwa raja-raja di Kerajaan Sambas berasal-usul dari pancaran negeri tiga serangkai yakni Brunai, Sukadana dan Sambas di masa pemerintahan Majapahit.
KRITIK DAN SARAN
Seharusnya dengan mengetahui sejarah kerajaan sambas kita bisa menambah wawasan yang lebih. Sebagai orang yang terpelajar hendaknya kita harus mengetahui tentang sejarah kerajaan sambas. Apabila kita tidak mengetahui tentang sejarah kerajaan sambas, tentunya kerajaan sambas akan tenggelam sejarahnya dari kerajaan-kerajaan yang lain, dan juga akan termakan oleh zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Gunarto, Alang, dkk, (2017) Bunga Rampai Seni, Budaya Dan Sejarah Pejuang Sambas, Pontianak; TOP Indonesia
https://id.m.Wikipedia.org/wiki/kesultanan_Sambas
http://mynewranti.blogspot.com/2014/12/makalah-kesultanan-sambas.html?m=1
Mahrus, Erwin, dkk. (2013), Syekh Ahmad Khatib Sambas (1803-1875), Ulama Besar dan Pendiri Tarekat Qadariyah-Naqsabandiyah, Pontianak: UNTAN Press
Musa, Pabali, (2003), Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat, Pontianak; Romeo Pertama Grafika Pontianak
Nurcahani, Lisyawati, (1998), Sejarah Kerajaan Sambas, Pontianak: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Soekmono,(1973), Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, Yogyakarta: Kanisius
Sunandar, (2012), Peran Maharaja Imam Muhammad Basiuni Imran Dalam Sosial Keagamaan Masyarakat Kerajaan Al-Watzikoebillah Sambas 1913-1976, Yogyakarta; Tesis Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, (Tidak diterbitkan)
Komentar
Posting Komentar